Laporan Observasi Psikologi Pendidikan" Manajemen Kelas"


LAPORAN OBSERVASI PSIKOLOGI PENDIDIKAN
“MANAJEMEN KELAS”

Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Andar R Hutagalung                                (161301087)
2. Shafira Ulfa Rahmani                               (161301107)
    3. Hanindiastuti                                              (161301120)
    4. Meizia Ananda Rizky                                (161301129)
    5. Endah Carina Br Saragih                          (161301130)
    6.Khairunissa Harahap                                  (161301145)
7.Dwi Anggraeni                                           (161301156)



Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara
2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Pendahuluan
1.1  Identitas Sekolah

Nama Sekolah             : SMAN 1 Medan
Alamat Sekolah           : Jl. Teuku Cik Ditiro No. 1 Kota Medan

1.2  Sejarah Sekolah
SMAN 1 Medan atau yang sering disingkat menjadi SMANSA terletak di jantung kota Medan, tepatnya di Jl. Teuku Cik Ditiro No.1.  Awalnya, SMANSA pertama kali dibangun di Jl. Teuku Umar No.1. sekitar tanggal 18 Agustus - 1 September 1950. Ada kenyataan yang sedikit mengejutkan ternyata SMANSA pernah menjadi SMA DARURAT akibat dari aksi Polisional oleh Belanda, makanya SMANSA dipindahkan ke Jl. Seram Biru. Tapi itu bukan halangan bagi SMANSA untuk jadi SMA favorit.

1.3  Uraian Aktivitas Observasi

Jadwal Observasi        : Kamis, 30 Maret 2017
Waktu Observasi         :
Objek Observasi          : Kelas X MIA 2

1.      Latar Belakang

Lingkungan pembelajaran yang baik harus dibarengi dengan pengelolaan kelas dan iklim belajar yang baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan mudah. Untuk menciptakan pengelolaan yang baik, kita terlebih dahulu memahami apa arti manajemen kelas, prinsip dasar mengelola kelas, permasalahan dalam kelas, kondisi, penciptaan iklim pembelajaran dan kondisi-kondisi dalam kelas. Semua itu harus dipahami oleh guru agar pengelolaan kelas bukan hanya mengurusi tentang saran prasarana kelas saja tetapi kondisi psikologis dari siswa.
Dalam pengelolaan kelas, efektif atau tidak pelaksanaannya sangat tergantung pada sikap guru dalam memahami berbagai aspek dalam pelaksanaannya. Beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian guru yaitu aspek sifat kelas dan situasi kelas yang dapat menentukan bentuk dan metode pendekatan yang sesuai dalam proses pembelajaran serta tindakan efektif keratif dari guru sangat menentukan jalannya kegiatan pengelolaan kelas. Selain itu, guru juga harus paham tentang tujuan dari pengelolaan kelas itu sendiri sehingga proses pembelajaran akan lebih terarah pada suatu tujuan yang telah direncanakan.
Pembelajaran juga harus memuat pendidikan karakter. Yaitu pada saat pembelajaran seorang guru juga harus memasukkan pendidikan karakter dalam pembelajaran, agar siswa sudah terbiasa dengan kebiasaan yang baik dan memuat karakter bangsa.
Kelengkapan sarana prasarana sekolah juga merupakan hal penting yang memerlukan pengeloaan. Sarana prasarana tersebut juga mempengaruhi kondisi belajara siswa, sehingga dalam jelas tersebut juga harus melakukan pembaharauan, baik itu penataan, perubahan bahkan penambahan fasilitas, agar siswa tidak cepat bosan.
Berhasilnya manajemen kelas dalam memberikan dukungan terhadap pencapaian tujuan pembelajaran yang akan dicapai, banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut melekat pada kondisi fisik kelas dan pendukungnya, juga dipengaruhi oleh faktor non fisik (sosio-emosional) yang melekat pada guru. Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran. Kondisi atau iklim memberikan pengaruh terhadap efektivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan sebaliknya juga akan mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar anak serta perkembangan pendidikan peserta didik.
2.      Rumusan Masalah
a.       Apakah manajemen ruang kelas sudah tertata dengan baik dan kondusif?
b.      Bagaimana kondisi ruang kelas ketika Kegiatan Belajar Mengajar?
c.       Apakah gaya pengajaran yang diberikan sudah memberikan cukup motivasi untuk belajar para Siswa?

3.      Tujuan

a.       Untuk mengetahui manajemen kelas yang sudah cukup kondusif.
b.      Untuk mengetahui kondisi ruang kelas ketika KBM berlangsung.
c.       Untuk mengetahui sejauh mana gaya pengajaran di SMAN 1 Medan.

4.      Manfaat

a.       Menambah wawasan akan manajemen kelas.
b.      Memberikan pengalaman tersendiri setelah melakukan Observasi di SMAN 1 Medan.

















BAB II
LANDASAN TEORI
                            
 Mengelola Kelas Secara Efektif
           Manajemen kelas yang efektif memaksimalkan kesempatan belajar anak-anak. Para ahli dalam manajemen kelas mengungkapkan bahwa telah terjadi perubahan pemikiran tentang cara terbaik untuk mengelola kelas. Pandangan sebelumnya lebih menekankan pembuatan dan penerapan peraturan dalam mengendalikan perilaku siswa. Pandangan terbaru lebih memfokuskan diri pada kebutuhan siswa dalam memelihara hubungan dan kesempatan untuk meregulasi diri. Manajemen kelas yang mengorientasikan siswa ke arah kepasifan dan kepatuhan dengan peraturan yang ketat bisa merusak keterlibatan mereka dalam pembelajaran yang aktif, tingkat pemikiran yang lebih tinggi, dan konstruksi sosial pengetahuan. Tren baru dalam manajemen kelas menempatkan lebih banyak penekanan pada pembimbingan siswa ke arah disiplin diri dan lebih sedikit penekanan pada pengendalian siswa secara eksternal. Dalam tren saat ini yang berpusat pada siswa, guru lebih dianggap sebagai pembimbing, coordinator, dan fasilitator. Model manajemen kelas yang baru tidak berarti masuk kedalam model yang permisif. Penekanan terhadap perhatian dan regulasi diri siswa tidak berarti bahwa guru melepaskan tanggung jawab atas apa yang terjadi di dalam kelas.
 Masalah-Masalah pada Kelas yang Besar dan Berpotensi Menimbulkan Kekacauan
Ø  Ruang kelas itu multidimensional, ruang kelas adalah tempat untuk banyak aktivitas yang berkisar dari aktivitas akademis sampai aktivitas sosial. Guru harus terus mencatat dan memantau perkembangan siswa.
Ø  Aktivitas terjadi secara bersamaan, banyak aktivitas kelas terjadi secara bersamaan.
Ø  Hal-hal terjadi dengan cepat, peristiwa-peristiwa seringnya terjadi dengan cepat di ruang kelas dan sering kali membutuhkan respon saat itu juga.
Ø  Peristiwa sering kali tidak dapat diprediksi, meskipun sudah merencanakan aktivitas hari itu dan sangat teratur, peristiwa yang tak terduga tetap akan terjadi.
Ø  Hanya ada sedikit privasi, ruang kelas adalah tempat umum dimana siswa mengobservasi bagaimana guru menangani masalah kedisiplinan, peristiwa yang tidak terduga, dan keadaan yang membuat frustasi. Sebagian besar dari apa yang terjadi pada seorang siswa diobservasi oleh siswa lain dan siswa membuat atribusi tentang apa yang terjadi.
Ø  Ruang kelas memiliki sejarah, siswa mempunyai kenangan tentang kejadian sebelumnya di kelas mereka. Mereka mengingat bagaimana guru menangani maslaah kedisiplinan sebelumnya, dimana siswa mendapatkan lebih banyak hak istimewa daripada siswa lain, dan apakah guru bertindak sesuai janjinya. Beberapa minggu pertama tahun ajaran sekolah adalah penting untuk menetapkan prinsip-prinsip manjemen kelas. 
         Sifat kelas yang besar dan kompleks bisa menimbulkan masalah apabila kelas tidak dikelola secara efektif. Masalah seperti ini merupakan persoalan umum yang utama tentang sekolah. Kurangnya kedisiplinan dianggap sebagai masalah yang paling penting kedua, setelah kurangnya dukungan financial (Gallup Poll, 2004).

 Strategi dan Tujuan Manajemen
            Manajemen kelas yang efektif bertujuan untuk:
Ø  Membantu siswa menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan lebih sedikit untuk perilaku yang tidak mengarah pada tujuan. Manajemen kelas yang baik akan membantu memaksimalkan waktu pembelajaran guru dan waktu belajar siswa.
Ø  Mencegah siswa mengembangkan masalah. Sebuah kelas yang dikelola dengan baik tidak hanya membantu perkembangan pembelajaran, tetapi juga membantu mencegah berkembangnya masalah akademis dan emosional. Kelas yang dikelola dengan baik membuat siswa-siswa tetap sibuk dengan tugas yang aktif dan menantang, melakukan aktivitas yang membuat siswa menjadi terpikat dan termotivasi untuk belajar, serta menetapkan peraturan yang jelas yang harus diterima oleh siswa.
Gaya Penyusunan Ruang Kelas
Ø  Gaya Auditorium (auditorium style), semua siswa duduk menghadap guru. Susunan ini mencegah kontak siswa secara berhadap hadapan dan guru bebas untuk bergerak kemana pun didalam ruangan.
Ø  Gaya berhadap-hadapan (face-to-face style), siswa duduk menghadap satu sama lain. Gangguan dari siswa lain akan lebih tinggi daripada dalam gaya auditorium.
Ø  Gaya off-set (off-set style), siswa dalam jumlah kecil (biasanya tiga atau empat) duduk di meja, tetapi tidak duduk berseberangan secara langsung dari satu sama lain. Gaya ini menghasilkan lebih sedikit gangguan daripada gaya berhadap-hadapan dan bisa efektif untuk aktivitas belajar yang kooperatif.
Ø  Gaya seminar (seminar style), siswa dalam jumlah besar (sepuluh atau lebih) duduk dalam susunan sirkuler, empat persegi, atau bentuk U.
Ø  Gaya kelompok (cluster style), siswa dalam jumlah kecil (biasanya empat sampai delapan) bekerja dalam kelompok kecil yang berdekatan.
               Menjadi seorang komunikator yang baik
 Komunikasi Verbal    
 Ketika berbicara di dalam kelas dan dengan siswa,, salah satu hal terpenting yang harus diingat adalah untuk dengan jelas mengomunikasiskan informasi. Kejelasan berbicara sangatlah penting dalam pengajaran yang baik. Para ahli komunikasi merekomendasikan untuk mengganti pesan “Anda” dengan pesan “Saya” karena membantu untuk mengalihkan percakapan kea rah yang lebih konstruktif dengan mengungkapkan perasaan tanpa menilai orang lain. Kemudian aspek lain dalam komunikasi verbal melibatkan bagaimana orang-orang menghadapi konflik.

Komunikasi Nonverbal
Selain dengan berbicara, guru juga dapat berkomuniasi melalui bagaimana dia melipat tangan, melemparkan pandangan, menggerakkan mulut, menyilangkan kaki, atau menyentuh orang lain.

Menangani Perilaku Bermasalah
           Intervensi bisa dikarakteristisasikan sebagai minor atau moderat. Intervensi minor melibatkan penggunaan petunjuk nonverbal, membiarkan aktivitas tetap berjalan, mendekati siswa, mengalihkan perilaku, memberikan pembelajaran yang dibutuhkan, secara langsung dan tegas memberitahu siswa tersebut untuk menghentikan perilaku tersebut, serta memberi siswa sebuah pilihan. Intervensi moderat melibatkan tidak memberikan hak istimewa atau aktivitas yang diinginkan, mengasingkan atau memindahkan siswa, serta memberikan hukuman.
      Kekerasan adalah persoalan utama yang semakin meningkat di sekolah. Bersiaplah untuk tindakan agresif dari pihak siswa sehingga guru bisa dengan tenang menghadapinya. Berusahalah untuk emnghindari argument atau konfrontasi emosional.























BAB III
HASIL PENGAMATAN
1.      Bagaimana Cara Pengucapakan kata bahasa inggris pada pembelajaran bahasa Inggris di kelas X Mia 2
2.      Beberapa murid menyanyi menggunakan teks/ bacaan
3.      Barisan  laki-laki cenderung tidak bernyanyi
4.      Guru menjelaskan menggunakan bahasa inggris
5.      Guru memberi sesi tanya jawab pada teks inggris dan siswa terlihat pasif
6.      Suasana kelas terlihat membosankan karena gurunya tidak bisa menciptakan suasana kelas yang senang
7.      Tidak ada siswa yang  berani bernyanyi lagu english dikelas sehingga dilakukan pemanggilann melalui absen
8.      Suasana kelas menjadi tidak kondusif sesaat karena mereka takut dipanggil
9.      Yang berbeda dari SMA N 1 Medan adalah pihak sekolah mengizinkan siswa nya membawa hp dan menggunakannya pada saat jam berlangsung
10.  Setelah dipanggil melalui absen akhirnya ada yang mau bernyanyi
11.  Pembahasan dan pengajaran guru monoton dan membosankan
12.  Ada beberapa kelompok hanya 1 aktif yang dalam pengucapaan bahasa inggris
13.  Indikator penilaian adalah anak tersebut mampu untuk mengucapkan kata dan bernyanyi dalam bahasa inggris
14.  Kurikulum k 2013 mewajibkan anak untuk mampu bernyanyi dan mengindentifikasi pesan moral dr lagu tsb
15.  Anak laki-laki cenderung  malu dan tidak aktif
16.  Suasana kelas menjadi tidak kondusif, banyak anak yang bergosip dan bermain hp pd saat jam pelajaran
17.  Siswa mengalami perubahan perilaku ketika mengetahui jam pulang sudah dekat, siswa perempuan terlihat memakai parfum
18.  Berlangsung sesi tanya jawab dan penjelasan pelajaran berikutnya dan siswa aktif




BAB IV
PEMBAHASAN

1.      Bagaimana cara pengucapan kata bahasa inggris pada pembelajaran bahasa inggris di kelas X MIA-2
Saat kami mengobservasi di kelas X MIA-2 mata pelajaran yang masuk adalah Bahasa Inggris. Ibu guru yang sebelumnya sudah memberikan tugas menyanyikan sebuah lagu bahasa inggris langsung menyuruh seorang siswi untuk memasang lagu dan disambungkan ke speaker agar terdengar dengan jelas. Ketika lagu di putar para siswa/i pun mulai menyanyikan lagu tersebut, beberapa ada yang malu-malu menyayikannya, beberapa juga ada yang dengan bahagia menyanyikan lagu tersebut. Ibu guru pun berkeliling kelas melihat semua muridnya memastikan mereka semua menyanyi dan tidak ada yang menutup mulut. Dan setelah kami perhatikan lumayan banyak murid yang lancar mengucapkan bahasa inggris dari teks lagu tersebut, namun ada juga beberapa murid yang tidak membuka mulutnya saat menyanyi dan membuat ucapan bahasa inggrisnya pada lagu tersebut tidak jelas.

Inteligensi


Inteligensi

Inteligensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari pengalaman hidup sehri-hari. Minat terhadap intelegensi sering kali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual. Perbedaan individual adalah cara dimana orang berbeda satu sama lain secara konsisten dan tetap. Kita bisa bicara tentang perbedaan individual dalam hal kepribadiannya namun intelegensilah yang paling banyak diberi perhatian dan paling banyak dipakai dalam perbedaan kemampuan murid.

Tes Inteligensi Individual
1.       Tes Binet


Test ini disusun oleh psikolog Alfred Binet guna mengindentifikasi anak-anak yang tidak mampu belajar disekolah. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan mulai dari kemampuan untuk menyentuh teliga hingga kemampuan untuk menggambar desain berdasarkan ingatan dan mendefenisikan konsep abstrak. Binet mengembangkan konsep Mental Age (MA) atau usia mental yakni level perkembangan mental individu yang berkaitan dengan perkembangan lain. Tak lama kemudian pada tahun 1912 William Stern menciptakan konsep Intelligence Quotient (IQ) yaitu usia mental seseorang dibagi dengan usia Kronologis (chronological age-CA) di kalikan 100 jadi rumusnya IQ = MA/Ca = x 100
2.       Skala Wechsler

Skala Wechsler dikembangkan oleh david wechsler. Tes ini mencakup wechsler presschool and primary scale of intelligence-Revised (WPPSIR) untuk menguji anak usia 4 sampai 6 tahun . wechsler Intelligence scale for children-Revised (WISC-R) untuk anak usia 6 sampai 16 tahun dan Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R). Selain menunjukkan IQ keseluruhan skala Wechsler juga menunjukkan IQ verbal dan kinerja. IQ verbal di dasarkan pada enam subskala verbal, dan IQ kinerja didasarkan pada lima subskala kinerja. Ini membuat peneliti bisa melihat dengan cepat pola kekuatan dan kelemahan  dalam area intelegensi yang berbeda-beda.

Teori Multiple Intelligence
                Teori Triakis Stenberg

 Teori ini dikembangkan oleh Robert J.Stenberg  (1986,2002). Menurut Teori Triakis Stenberg inteligensi muncul dalam bentuk : analitis,kreatif,dan praktis. Inteligensi analitis adalah kemampuan untuk menganalisis, menilai, mengevaluasi,membandingkan dan menciptakan pertentangan. Inteligensi kreatif adalah kemampuan untuk mencipta,mendesain,menciptakan,menemukan dan mengimajinasikan. Inteligensi praktis fokus pada kemampuan untuk menggunakan,mengaplikasikan , mengimplementasikan dan mempraktekkan. Steberg percaya bahwa hanya ada sedikit tugas murni analitis,kreatif atau praktis. Umumnya tugas membutuhkan kombinasi keahlian-keahlian itu.
8 rangka pikiran Gardner
1.       Keahlian Verbal : Kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna ( Penulis,Wartawan,Pembicara)
2.       Keahlian Matematika: Kemampuan untuk menyelesaikan operasi matematika (Ilmuan,Insinyur,Akuntan)
3.       Keahlian Spasial : Kemampuan untuk berpikir tiga dimensi (Arsitek,Perupa,Pelaut)
4.       Keahlian Tubuh Kinestetik : Kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik (Ahli bedah, Pengrajin,Penari,Atlet)
5.       Keahlian Musik : Sensitif pada melodi,nada,irama  dan suara (Komposer,Musisi, dan Pendengar yang sensitif)
6.       Keahlian Intrapersonal : Kemampuan memahami dirinya sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (Teolog,Psikolog)
7.       Keahlian Interpersonal : Kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain ( guru , profesional kesehatan mental)
8.       Keahlian Naturalis : Kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami sistem alam dan buatan manusia (petani dll)

Emotional Intelligence
Baik itu teori Gardner maupun stenberg mencakup satu atau lebih kategori intelegensi sosial. Dalam teori Gardner, kategori tersebut adalah intelegensi interpersonal dan intelegensi intrapersonal. Teori lain membahas arti penting dari aspek interpersonal. Teori ini dinamakan emotional intelligence digambarkan sebagai kemampuan untuk memonitor perasaan diri sendiri dan perasaan kemampuan orang lain dan kemampuan untuk membedakannya serta menggunakan informasi ini untuk memandu pemikiran dan tindakan dirinya. Konsep kecerdasan emotional intelligence ini dikembangkan oleh Daniel Goleman (1995) terdiri dari empat area yaitu :
1.       Developing Emotional Awarness : Seperti kemampuan untuk memisahkan perasaan dan tindakan
2.       Managing Emotions : Seperti mampu untuk mengendalikan amarah
3.       Reading Emotions :  Seperti memahami persfektif orang lain.
4.       Handling relationship : Seperti kemampuan untuk memecahkan problem hubungan.

Pendidikan Multikultural


Pendidikan Multikultural


Pendidikan Multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaaan dan mewadahi beragam persfektif dari berbagai kelompok kultural. Para pendukungnya percaya bahwa anak-anak kulit berwarna yang harus diberdayakan dan pendidikan multikultural yang berguna untuk masyarakat. Pendidikan multikultural muncul dari gerakan hak-hak sipil pada 1960 dan gerakan pemerataan dan keadilan sosial dalam masyarakat. Karena keadilan sosial adalah salah satu nilai dasar dari bidang ini, maka reduksi dan prasangka dan pedagogi ekuitas menjadi komponen utamanya.
Reduksi prasangka adalah aktivitas yang dapat di implementasikan guru untuk mengeliminasi pandangan negatif terhadap seseorang lain. Pedagogi ekuitas adalah modifikasi proses pengajaran dengan memasukan materi dan strategi pembelajaran yang tepat baik itu untuk lelaki maupun perempuan untuk semua kelompok etnis.
Memberdayakan Murid
Istilah pemberdayaan (Empowerment) berarti memberti orang kemampuan intelektual dan keterampilan memecahkan masalah agar berhasil menciptakan dunia yang lebih adil.  Sonia Nieto (1992) seorang keturunan puerto Rico yang besar di New York percaya bahwa bahwa pendidikan membuatnya merasa latar belakang kulturalnya kelihatan buruk. Dia memberikan rekomendasi sebagai berikut :
1.       Kurikulum sekolah harus jelas anti rasis dan diskriminasi. Murid harus bebas mendiskusikan isu etnis dan diskriminasi.
2.       Pendidikan multikultural harus menjadi bagian dari setiap pendidikan murid.
3.       Murid harus dilatih untuk lebih sadar akan budaya (Kultur). Ini berarti mengajak murid untuk lebih terampil dalam menganalisis kultur dan menyadari faktor historis, sosial dan politik.

Pengajaran yang Relevan Secara Kultural
Pengajaran yang relevan secara kultural adalah aspek penting dari pendidikan multikultral. Pengajaran ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan dengan latar belakang kultural dan pelajar. Pakar pendidikan multikultural belajar bahwa guru yang baik mengetahui dan mengintergrasikan pengajaran yang relevan secara kultural kedalam kurikulum karena akan membuat pelajaran yang lebih efektif.
Pendidikan yang berpusat pada isu
Pendidikan yang berpusat pada isu juga merupakan aspek penting dari pendidikan multikultural. Dalam pendekatan ini murid diajari secara sistematis untuk mengkaji isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan sosial. Pendidikan ini tidak hanya mengklarifikasi nilai tetapi juga  mengkaji alternatif dan konsekuensi dari pandangan tertentu murid.

Meningkatkan Hubungan di antara anak dari kelompok etnis yang berbeda-beda.

1.       Kelas Jigsaw
Kelas dimana murid dari berbagai kultural yang berbeda diminta untuk bekerja sama untuk mengerjakan beberapa bagian yang berbeda dari suatu tugas untuk meraih tujuan yang sama.
2.       Kontak Personal dengan orang lain dari latar belakang kultural yang berbeda.
Kontak itu sendiri tidak selalu berhasil meningkatkan hubungan. Misalnya dengan memasukkan anak kulit hitam ke sekolah yang minoritas putih tidak selalu bisa memperbaiki prasangka. Yang penting disini adalah apa yang terjadi setelah anak tiba disekolah. Sebuah studi komprehensif membuktikan bahwa lebih dari 5000 anak grade lima dan 400 anak grade sepuluh mengungkapkan bahwa proyek kurikulum multietnis yang difokuskan pada isu etnis, kelompok kerja, serta guru staf telah membantu memperbaiki hubungan antar etnis di kalangan murid.
3.       Pengambilan persfektif
Latihan dan aktivitas membantu murid melihat persfektif orang lain dapat memningkatkan relasi antar etnis. Dalam satu latihan murid-murid belajar mengenai perilaku tertentu yang tepat dari dua kelompok kultural yang berbeda.

Pemikiran kritis dan Intelegensi Emosional
Murid yang belajar berpikir secara mendalam dalam krisis tentang relasi antara etnis kemungkinan akan berkurang prasangkanya dan tidak lagi menstereotipkan orang. Murid yang berpikir dangkal sering kali lebih banyak prasangka. Akan tetapi jika murid belajar dengan banyak pertanyaan, mengkaji isu-isu  dan menunda pengambilan keputusan sampai informasi lengkap maka prasangkanya akan berkurang.

Mengurangi Bias
Berikut beberapa cara dalam mengurangi bias
1.       Ciptakan lingkungan yang anti bias dengan mengkaitkan anak-anak dari berbagai kultural dan latar belakang etnis yang berbeda.
2.       Pilih materi drama,seni,aktivitas kelas yang memperkaya pengalaman dan pemahaman tentang etnis dan kultural
3.       Bantu murid untuk menolak steteotif dan diskriminasi.
4.       Ikutlah dalam aktivitas peningkatan kesadaran untuk memahami pandangan kultural anda sendiri.
5.       Bangun dialog dengan guru dan orang tua yang membuka diskusi tentang masing-masing pandangan.
Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Pages

BTemplates.com

Blogger templates

Pages - Menu

Pages - Menu